SYAHDAN, seorang saudagar tua keluar dari rumahnya yang megah bak istana. Tampak seorang anak muda duduk murung di depan rumahnya. Sebentar-sebentar anak muda itu menghela nafas panjang. Si saudagar menghampiri dan bertanya, “Anak muda, kenapa mukamu begitu murung, apakah kamu sedang ditimpa kemalangan?”
Sambil menggelengkan kepala dia menjawab, “Aku orang miskin, nasibku jelek, tidak punya rumah, tidak punya pekerjaan dan sering kelaparan. Bagaimana aku tidak murung?”
“Haha, seharusnya kamu gembira karena sebenarnya kamu kaya raya.”
“Tolong, Pak Tua, jangan permainkan aku. Aku tidak sedang bergurau,” kata si pemuda dengan kesal.
“Baiklah, aku ingin bertanya. Jika aku membayar 10 keping emas, maukah kamu menukarkan kesehatan badanmu, dan besok kamu menderita sakit?”
“Tidak mau!” jawab pemuda itu.
“Jika aku bayar lagi 20 keping emas, maukah kamu menukarkan keremajaanmu, dan besok kamu berubah menjadi kakek-kakek?”
“Tidak mau!”
“Aku tambahkan lagi 30 keping emas. Maukah kamu menukarkan kecakapanmu, dan besok kamu berubah bermuka jelek menyeramkan?”
“Tidak mau!”
“Sekarang, aku bayar 40 keping emas. Maukah kamu menukarkan kebijaksanaanmu, dan besok berubah menjadi orang bodoh dan idiot? Dan terakhir, aku tambah lagi 50 keping emas, maukah kamu menukarkan nuranimu, dan besok kamu boleh mulai menipu dan membunuh orang?”
“Tidak mau!”
“Nah, aku sudah menawarkan kepadamu total 150 keping emas. Tetapi, tidak bisa membeli apapun dari dirimu. Berarti apa yang tidak mau kamu jual pasti tidak ternilai harganya. Sesungguhnya kekayaan yang melekat pada dirimu berharga jauh melebihi 150 keping emas. Itulah modalmu.
Maka, berusahalah. Dibandingkan dengan apapun, dirimu dan kehidupan yang kamu miliki saat ini adalah jauh lebih berharga. Karena selama kamu masih mempunyai kehidupan, apapun yang kamu inginkan, asalkan mau berusaha dan berjuang dengan sungguh-sungguh, suatu hari pasti akan menjadi lebih kaya dari hari ini.”
Mendengar kata-kata si kakek, si anak muda seketika tersadar. Dia pun segera bangkit berucap, “Kakek, terima kasih atas penawaran kebijakanmu. Berapapun yang ditawarkan, aku tidak akan menukar dengan apapun yang aku miliki. Aku sungguh malu dan menyesal telah menyia-nyiakan masa mudaku dengan selalu murung, menyesali nasib dan malas berusaha.
Sekarang aku sadar, ternyata aku bukanlah orang miskin. Aku punya modal yang cukup. Aku berjanji mulai saat ini tidak akan mengeluh dan rajin berusaha untuk menambah kekayaaan yang telah aku miliki.”
Dan pemuda itu pun bergegas pergi untuk memulai lembaran hidup barunya. (*)
***
Masihkah Anda merasa kurang beruntung hari ini dibandingkan orang lain?
Dua mata yang masih bisa melihat dengan normal, lidah yang tidak bisu, dua tangan dengan jari-jari utuh, telinga yang tidak tuli, dan dua kaki yang sempurna.
Apakah Anda harus berjalan kesana kemari dengan menggunakan kruk karena kaki Anda buntung satu? Apakah kulit tubuh Anda mengelupas mengerikan karena terserang penyakit lepra? Sudahkah Anda dengar atau baca berita hari ini tentang kematian si A, sementara Anda masih diberi kesempatan hidup oleh-Nya?
Tahukah Anda ‘Atha’ bin Rabah, orang yang paling alim pada zamannya itu adalah seorang mantan budak berkulit hitam, berhidung pesek, lumpuh tangannya, dan berambut keriting? Ahnaf bin Qais, orang Arab yang dikenal paling sabar dan penyantun ini sangat kurus tubuhnya, bongkok punggungnya, melengkung betisnya dan lemah postur tubuhnya? Atau Al-A’masy, ahli hadis kenamaan di dunia ini adalah sosok manusia yang sayu sorot matanya, mantan seorang budak yang fakir, compang-camping baju yang dikenakannya, dan tidak menarik penampilan diri dan rumahnya?
Acapkali kita memikirkan sesuatu yang tidak ada, sehingga kita lupa mensyukuri apa yang sudah ada. Jiwa kita mudah terguncang hanya karena kerugian materi yang mendera, padahal kita masih memegang kunci kebahagiaan yang sesungguhnya.
Maka, mari pikirkan dan renungkan kembali apa yang ada pada diri dan apa saja yang tersedia di sekeliling kita. Dan belajar untuk lebih mensyukurinya.
(*) Dikutip dari Kekayaan Sejati dalam Audiobook Wisdom and Motivation Series 3 oleh Andre Wongso
Semoga menjadi inspirasi bagi kita semua. Amien.